Rabu, 16 Juli 2014

Random 2

Yaudalah kalo toh doa orang tua emang gitu dari awal ga usah aja tes cape-cape disana. Buang-buang duit, buang-buang pikiran dan buang-buang tenaga. Bodo, sekarang kalian mau mikir apa terserah. Terlahir sebagai orang unlucky, ya gini. Siapa coba yang gak terpukul sama keadaan yang kayak gini. Orang toh bisa dijadiin gak bisa. Ya kehendak Allah emang udah gak bisa di lawan, kalo memang disana menjadi tempat terbaik saya menuntut ilmu lebih lanjut ya welcome. Kalo ngedoain itu yang bener dong jangan bikin sakit hati anaknya.

Dan entah, selama ini saya kurang serek sama pilihan saya di universitas pegangan ini. Karena itu cuma pilihan orang tua, bukan saya. Dan saya pilih itu, karena emang keluarga ngedukung dengan alasan akreditasinya bagus lah, prospeknya bagus, terus jurusannya juga udah connected sama ayah, blablablabla. Omong kosong.

Apalagi sih ya Allah, hikmah apa yang akan kau berikan. Toh saya ga bosen-bosen untuk menjalankan shalat malam dan dhuha Mu, mengaji, beribadah kepadamu. Apalagi Ya Allah? kurang apa... ya kalau emang begini jalannya, mau mesti diapain lagi. Orang lain pada nanya, mereka ga tau kan alasannya apa? Selama saya mau tes disana mereka ga tau kan yang terjadi apa? Pada ga tau kan?

Terus bisa dibilang perjuangan selama di sekolah 3 tahun itu sia - sia. Mencari nilai tertinggi di rapot terus ujung-ujungnya hasilnya kayak gini ya sama aja bohong. Fisika 99 bullshit, Kimia 96 bullshit. Haha selamat buat yang lain.

Selasa, 15 Juli 2014

WHAT IF

Andai saja kita dapat memutarbalikkan waktu. Semua yang sudah terjadi tentu tidak dapat diulang kembali bukan?
Andai saja hidup ini seperti tombol - tombol di keypad laptop. Kita dapat men-delete momen yang buruk, meng-undo kesalahan kesalahan yang telah kita perbuat, dan ada juga tombol bagi orang - orang yang labil yakni me-redo momen.
Jika semua itu terjadi saya yakin di dunia ini pasti tidak ada yang sengsara, semua tidak akan pernah puas terhadap kehidupan yang dimilikinya.

Dan pada blog saya kali ini saya akan flashback cerita saya ketika saya berada di kota nun jauh disana, eh ga jauh jauh amat sih, tapi disana banyak kejadian yang bikin hati saya hancur. Well, kesannya agak alay sih tapi ya emang bener.

Hari itu kalau tidak salah minggu, saya dan ayah saya sampai di sebuah kota yang mengibukotakan Jawa Timur. Pagi itu cukup panas, matahari menyinari sangat terik sehingga saya memutuskan untuk membeli sebuah minuman dingin di salah satu cafe yang terdapat di bandara. Setelah -cukup lama- menunggu akhirnya kami dijemput dengan keluarga. Saya harap sepulang ini saya dapat beristirahat dan esoknya dapat belajar kembali dengan tenang. Tapi tidak demikian, setelah dari bandara kami menuju Mojokerto untuk menghadiri sebuah acara. Yah, you know well lah. Bertemu dengan keluarga dari nenek-kakek-bukde-pakde-bulek-paklek dan serentetan silsilah itu cukup mengesalkan. Eits, mengesalkan dalam artian saya selalu ditanyai mengenai kemana saya akan lanjut studi nanti. Itu cukup menjadi tambahan beban buat saya ketika mereka men-support saya dalam arti yang berlebihan. Apalagi ditambah dengan riwayat smp saya yang telah menjalani kelas percepatan. Jangan dibangga banggain lah. Plis. Biasa aja kali keleus. Beban tau ngejalaninnya. Ya ini nih yang ga enaknya daftar2 tes terus ditahu keluarga. Well, untuk kedepan saya ingin daftar yang sembunyi sembunyi kali ya, biar hasilnya juga surprise enggak mengecawakan siapa - siapa kalo toh gagal. Readers, lalu saya kembali merenung apakah nanti dengan pembukaan saya di sini dan seperti ini akan mengantarkan saya dapat belajar dengan baik? dan apakah saya bisa fokus?
Setelah acara itu selesai, #akhirnyaselesai malam itu kami tidak langsung ke kota tujuan tapi istirahat dulu di rumah salah satu keluarga di sana. Perasaan was-was kembali meghantui saya, lantas tas saya buka lalu saya ambil note kecil yang berisikan rumus-rumus penting dan kata - kata penyemangat itu. Pada lembar pertama sih asyik aja bacanya, namun pada lembar-lembar berikutnya terhambur karena suasana di rumah saat itu yang sangat-tidak-mendukung. Dan tidak lamaaaaaa kemudian, kami pun berangkat menuju kota tujuan. Malam sekali entah pukul berapa.

Saya cukup-tersendak ketika melihat suasana dan kondisi rumah itu. Saya pikir disini saya dapat belajar dengan khusuk, tenang dan fokus. Namun, sekiranya itu bakalan terbalik. Jadi readers, deskripsinya itu gini. Pagi pagi di rumah kita yang biasanya terang dengan cahaya matahari yang masuk menuju celah celah ventilasi dan jendela, disini kalian tidak menemukannya. Yang kedua, saya sebagai seseorang yang tidak menyukai keributan disinilah bukan tempatnya jadi momen kala itu pas banget. Ketika saya datang kebetulan keluarga saya sedang ada pembangunan kos-kosan di rumahnya dengan kurang lebih 10 pekerja yang menginap di sini dan tentu yahhhh... cukup mengganggu konsentrasi saya dalam belajar. Yang ketiga entah itu siapa, orang bilang sih kakak misan jauh-jauh-jauh banget. Saya kan hanya menumpang di kamarnya setiap hari ketika saya berusaha untuk komat kamit hafalin materi mbok ya maklum dikit dong, masak iya tiap hari saya ngedengerin dia telfonan sama pacarnya muluk. Ya ampu readers itu ada mungkin sekitar 3 jam-an. Entah, pokoknya sampai tidur mereka masih terus telfonan.

Keesokan harinya saya dan ayah saya mencari salah satu dari sebuah tempat bimbel dalam rangka pindah. Itu carinya waduuuuuuuuuhhhh, lelahnya minta ampun. Ngedumel di setiap jalan itu udah jadi santapan deh. Dan semuanya itu diluar prakiraan saya sendiri, setiap hari saya naik-turun angkutan untuk menuju suatu tempat. Ya gapapa sih, cuman buat orang baru seperti saya, yang belum mengenal rute rute disini ya tentu menjengkelkan kalau sudah dilepas begitu saja. Jadi sudah 3 hari, hari yang terbuang sia - sia. Hari ke 4 saya mulai menjalani bimbel. Saya pikir bimbel disini kualitasnnya lebih bagus daripada di tempat asal. Tetapi fakta mengatakan? Murid lebih pintar daripada guru. Entah waktu para tentor lagi ngajar, saya ngantuk banget terus pengen banget colokin pisau ke matanya. Bosen, ditanyain pada ga ngerti. Guru apa coba? Lelet banget cara ngajarnya terus medok medok lagi. Zzzzz. Well dan itu tiap hari. Tiap hari.

Luckily, disana saya mendapatkan 2 teman yang sekiranya dapat dikatakan senasib dan seperjuangan. Asal mereka dari Jombang, kadang kadang setiap pulang kami selalu mampir di sebuah warung nasi untuk mengisi perut dan berbagi canda. Hari hari saya lalui rata - rata kebanyakan duka nya. Masih nggak tau hikmah apa yang diberikan Allah S.W.T untuk saya. Dan ketika ayah hendak pulang untuk mengurusi kerjaannya, saat itu saya benar - benar homesick dan ingin pulang terlebih melihat suasana tempat yang saya tinggali semakin bising dan -tidak nyaman- untuk ditempati. Lagi - lagi saya harus ditemani air mata di sela sela saya hendak akan belajar, dan itu sangat membuat kehilangan konsentrasi. Setiap menit rasanya saya menelfon ibu dengan tujuan melepas rindu dan curhat tentang apa yang dirasakan saat itu. Tapi rasanya ingin saja pulang. Bener - bener ga betah. Bener - bener ga nyaman. Terus saat itu saya mikir lagi, pasti nih temen temen disana lagi giat - giatnya belajar dalam kondisi yg nyaman, ditemani ibu, pikiran fresh dsb. Setiap hari saya turun-naik angkot pulang jalan kaki radius 1,5 km di waktu petang. Ngga tau ya, entah kenapa disana ada aja halangan yang bikin nggak jadi belajar. Dan tiba saatnya H-8 sebelum ujian saya jatuh sakit, demam. Rasanya nggak enak banget. Pada saat itu saya sangat membutuhkan sosok ibu yang selalu membuatkan saya segelas teh hangat dan menenangkan saya dengan tutur katanya yang bijak. Alhasil saya cuma bisa nangis, nangis dan nangis. Keesokan harinya H-7 saya tes, saya kehilangan dompet. Mulanya mikir, paling hilangnya di kamar, tap setelah mondar mandir cari sana sini dompetnya beneran ga ada. Hilang. Raib. Entah ketelen siapa. Dan saya pada saat itu udah ngga inget lagi sama apa - apa yang berhubungan dengan dompet itu. Deg. Duit sisa 2ribu di tas, ongkos sekali jalan angkot aja ga cukup. Bener-bener deh saya ga ngerti apa hikmah dari semua itu. Akhirnya saya dengan nangis yang udah meluap sesunggukan dicampur perasaan takut-takut telfon ibu. Mulanya nadanya agak tinggi namun lama - lama merendah dan mencoba untuk menenangkan saya. Dan pada saat itu saya tidak peduli dengan orang yang lalu lalang melihat mata saya bengkak dikarenakan tangisan. Sama sekali tidak peduli. Di kala itu juga, saya sering merutuki diri saya sendiri. Ceroboh lah, Ga pandai jaga barang lah dll. Kasian mama yang pasti kepikiran banget sekarang. Hhh. Jadi hari itu berjalan heboh banget. H-7 SBMPTN

Finally keputusannya, ayah balik untuk mengurusi semua yang menjadi keperluan saya sekarang. Setiap hari jalan. Banyak banget waktu yang terbuang dengan sia sia. Jadi pikiran banget. Persiapanku cuma seberapa. Saya sering memotivasi teman saya, tapi untuk diri saya sendiri saya rasa saya tidak bisa. Entahlah, jadi apakah kau akan bertanya semenjak ayah saya balik hari - hari saya disana menjadi berubah? Nggak. H+3 setelah kejadian Sugar Honey Ice Tea itu ayah saya terserang diare dan rawat INAP. Air mata ga pernah habis disini. Oya, setelah kejadian itu juga darah rendah saya kumat setiap akan berdiri dari duduk pasti migrain yang super duper nyut nyutnya._. Cobaan ya cobaan. Semakin mendekati Hari H rasa rasanya konsentrasi belajar saya menurun. Entah apa yang saya dapetin dari bimbel disini itu nihil. Menuju hari H kondisi saya juga kurang sehat karena waktu itu saya batuk. Pada hari itu juga, semuanya saya serahkan hanya kepada Allah. Bukan berarti pasrah, namun ikhtiar saya sudah cukup sampai disini.